Sekat Kanal Mengembalikan Napas Gambut Kalimantan

Sekat Kanal Mengembalikan Napas Gambut Kalimantan

Projusticia.id - Di tengah bentangan lahan gambut Kalimantan yang seolah tanpa akhir, ada kisah tentang air, tanah, dan manusia. Kisah ini dimulai dari parit-parit panjang yang dulu digali untuk pertanian dan hutan industri, yang tanpa disadari justru mengeringkan kehidupan di bawahnya. Dari situ, tanah yang dulunya lembab dan hitam pekat berubah jadi sumber emisi karbon yang besar. Nah, penelitian yang dilakukan oleh tim dari Universitas Tanjungpura bekerja sama dengan Universitas Stanford mencoba menjawab satu pertanyaan penting, bisakah sekat kanal memulihkan kembali napas alam?

Di Desa Rasau Jaya Umum, Kabupaten Kubu Raya, para peneliti menelusuri lima kanal yang telah dipasangi sekat sejak 2022. Mereka mengambil sampel air, mengukur pH, oksigen terlarut, suhu, dan kadar besi serta karbon organik. Hasilnya cukup menarik. Setelah dipasangi sekat, suhu air meningkat sedikit, pH-nya naik, tapi kadar oksigen justru menurun. Sekilas mungkin terdengar kontradiktif, tapi dari situlah cerita mulai terbuka.

Lahan gambut adalah penyimpan karbon alami. Saat airnya surut karena drainase, bahan organik yang seharusnya membusuk perlahan malah teroksidasi dan melepaskan karbon dioksida ke atmosfer. Itulah mengapa Indonesia, dengan 13,4 juta hektar lahan gambut, menjadi titik penting dalam upaya global menekan emisi gas rumah kaca. Dengan sekat kanal, air yang biasanya mengalir cepat ke sungai bisa tertahan, membuat tanah tetap basah dan proses dekomposisi jadi lebih lambat. Dalam istilah sederhana, sekat kanal membuat gambut bernapas lebih pelan, lebih tenang.

Menariknya, penelitian Erin Dayanti dan tim menemukan bahwa setelah sekat dipasang, kedalaman air kanal menurun dari rata-rata 49 sentimeter menjadi sekitar 25 sentimeter. Air tidak lagi mengalir deras ke hilir, tapi menumpuk di sekitar kanal dan perlahan meresap ke tanah. Walau begitu, muka air tanah tidak banyak berubah, tetap berada di kisaran 30 hingga 36 sentimeter. Artinya, sekat kanal bekerja lebih seperti rem yang mengatur aliran air ketimbang bendungan yang menahan semuanya.

Efeknya terasa pada besi dan karbon terlarut dalam air. Sebelum ada sekat, kadar besi (Fe) terlarut mencapai 13,2 mikromolar, tapi turun menjadi sekitar 9,6 mikromolar setelahnya. Penurunan ini menandakan bahwa kondisi oksidatif di air menjadi lebih stabil. Fe²⁺ yang semula mudah larut berubah menjadi Fe³⁺, bentuk yang lebih tidak aktif. Dampaknya? Proses perombakan bahan organik di air melambat, dan itu berarti emisi karbon ke udara ikut berkurang.

Di lapangan, para peneliti juga menemukan tumbuhan air dan alga yang mulai tumbuh lebih banyak di area hilir sekat. Ini menandakan ada keseimbangan baru terbentuk. Ekosistem perairan gambut mulai “hidup” lagi. Mungkin belum sepenuhnya seperti dulu, tapi cukup untuk menunjukkan bahwa intervensi sederhana bisa memberi efek berantai bagi ekologi.

Salah satu hal yang jarang disadari adalah bagaimana perubahan kimia air bisa memicu siklus biogeokimia yang lebih besar. Ketika oksigen berkurang di kanal, mikroorganisme di dasar air mulai bekerja lebih efisien mengurai bahan organik. Tapi di saat bersamaan, proses itu juga mengonsumsi oksigen lebih cepat. Ini menjelaskan mengapa kadar oksigen terlarut turun dari 1,25 mg/L menjadi sekitar 0,86 mg/L setelah sekat kanal dibuat. Ironisnya, meski angka itu kecil, efeknya besar terhadap stabilitas karbon di lahan gambut.

Karbon organik terlarut (DOC) juga menjadi salah satu indikator penting. Nilainya sedikit menurun setelah sekat kanal, dari 72,9 mg/L menjadi 58,1 mg/L. Artinya, aliran air yang lebih lambat tidak lagi membawa banyak karbon keluar. Dalam konteks emisi global, angka kecil seperti ini berarti banyak. Setiap gram karbon yang tidak lepas ke udara membantu memperlambat pemanasan iklim, walaupun hanya sedikit. Tapi, perubahan besar memang selalu dimulai dari langkah kecil.

Sisi menarik lainnya dari penelitian ini adalah kolaborasi lintas negara. Bayangkan, ilmuwan lokal dari Pontianak bekerja bersama tim dari Stanford dan laboratorium di California. Mereka membawa teknologi analisis karbon tingkat tinggi, seperti Shimadzu TOC-V analyzer, untuk memastikan setiap data punya presisi yang bisa dipercaya. Pendekatan ini memperlihatkan bahwa restorasi lingkungan di Indonesia kini tidak lagi berdiri sendiri, tapi menjadi bagian dari upaya ilmiah global yang saling terhubung.

Kalau ditarik ke konteks yang lebih luas, hasil studi ini menunjukkan bahwa pembangunan sekat kanal bukan cuma soal mengatur air. Ia juga tentang memulihkan fungsi alami lahan gambut sebagai penyerap karbon. Ketika sekat kanal dibangun dengan desain yang tepat dan pemantauan yang rutin, ia bisa menjadi strategi restorasi yang murah tapi efektif. Tidak perlu menunggu proyek besar atau dana triliunan untuk memperbaiki bumi, cukup dengan memahami cara kerja air dan tanah.

Namun tentu saja, pekerjaan ini belum selesai. Sekat kanal memang mampu menahan air, tapi masih dibutuhkan pemantauan jangka panjang untuk memastikan fungsi hidrologinya stabil. Kondisi mikroba, kandungan Fe, dan DOC bisa berubah tergantung musim dan curah hujan. Jika tidak dikelola dengan benar, sekat kanal justru bisa menjadi penghalang air yang memicu genangan dan merusak vegetasi sekitar.

Tapi setidaknya, penelitian ini memberi harapan. Ia membuktikan bahwa pendekatan berbasis sains bisa berpadu dengan praktik lapangan untuk menyelamatkan ekosistem gambut. Mungkin sekat kanal terlihat sederhana, hanya dinding kecil dari papan atau beton di tengah rawa. Namun di balik kesederhanaannya, ada peran besar dalam menjaga keseimbangan karbon bumi.

Bagi masyarakat Rasau Jaya dan daerah gambut lainnya, sekat kanal bukan sekadar proyek, tapi cara baru memahami hubungan manusia dengan air. Saat kanal yang dulu menjadi sumber degradasi kini berubah jadi penjaga kelembaban tanah, seolah alam sedang menunjukkan bahwa ia bisa pulih, asal diberi kesempatan. Dan mungkin, di situlah pelajaran paling penting: menjaga bumi tidak selalu butuh teknologi canggih, cukup dengan mendengarkan bagaimana ia ingin diatur kembali.

Posting Komentar

Jangan tinggalkan apapun, kecuali jejak.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak