Ketika Lahan Gambut Bangkit Kembali Setelah Terbakar

Ketika Lahan Gambut Bangkit Kembali Setelah Terbakar

Projusticia.id - Ada pemandangan yang dulu membuat banyak orang kehilangan harapan. Hamparan lahan gambut di Kalimantan Tengah yang gosong, gelap, dan sunyi, seperti kehilangan denyut hidupnya. Tapi waktu berjalan, dan perlahan muncul titik hijau kecil di tengah abu. Itulah tanda bahwa alam, dengan caranya sendiri, sedang berusaha bangkit. Melalui proses yang tidak instan dan dibantu oleh tangan manusia, ekosistem gambut mulai pulih kembali.

Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Pulang Pisau menunjukkan betapa restorasi gambut bukan hanya urusan teknis, tapi juga perjalanan panjang yang penuh tantangan. Tim peneliti mengamati area bekas terbakar yang kini menjadi lokasi pemulihan. Mereka memantau jenis-jenis vegetasi alami yang tumbuh kembali, mencatat tutupan vegetasi, dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilannya. Dari hasil pengamatan itu, muncul gambaran yang menggembirakan, meski belum sempurna.

Salah satu hal paling menarik dari penelitian ini adalah munculnya kembali spesies tumbuhan lokal seperti Melaleuca cajuputi, Combretocarpus rotundatus, dan Shorea balangeran. Ketiga spesies itu menjadi penanda penting bahwa kondisi lingkungan mulai membaik. Mereka adalah jenis-jenis khas lahan gambut yang tahan terhadap genangan dan mampu tumbuh di tanah asam. Jadi, ketika tanaman-tanaman itu kembali muncul, artinya kondisi hidrologi di lokasi penelitian perlahan pulih.

Upaya restorasi di Pulang Pisau dilakukan melalui kombinasi antara sekat kanal, pembasahan lahan, dan penanaman kembali. Sekat kanal berfungsi menahan aliran air agar lahan tetap lembap, sementara penanaman dilakukan dengan bibit lokal yang cocok untuk tanah gambut. Hasilnya mulai terlihat setelah dua hingga tiga tahun. Tutupan vegetasi meningkat, keanekaragaman jenis tumbuhan makin kaya, dan lapisan tanah atas mulai menahan air lebih lama. Proses ini memang lambat, tapi hasilnya nyata.

Para peneliti juga mencatat bahwa tingkat keberhasilan tanaman sangat tergantung pada kedalaman muka air tanah. Ketika air terlalu dalam, akar sulit menjangkau kelembapan yang cukup. Sebaliknya, jika terlalu dangkal, tanaman mudah mati karena tergenang. Di lokasi penelitian, muka air rata-rata berada pada kedalaman sekitar 40 sentimeter, yang ternyata cukup ideal bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir. Angka ini penting karena bisa menjadi acuan bagi program restorasi di wilayah lain.

Yang menarik, area bekas kebakaran itu menunjukkan kemampuan alami untuk pulih ketika kondisi hidrologinya diperbaiki. Beberapa area bahkan mulai ditumbuhi semak dan pohon kecil tanpa penanaman manusia. Proses ini disebut natural regeneration, yaitu pemulihan vegetasi alami yang terjadi karena tersedianya benih di tanah atau terbawa angin dan air. Dengan kata lain, begitu kondisi air kembali stabil, alam langsung bekerja sendiri. Tugas manusia tinggal memastikan bahwa siklus itu tidak terganggu lagi.

Namun, tidak semua area menunjukkan hasil seindah itu. Di beberapa titik, terutama yang memiliki lapisan gambut lebih tipis dan sering kering, tingkat keberhasilan vegetasi rendah. Permukaan tanah yang terlalu padat akibat kebakaran membuat benih sulit tumbuh. Ini memperlihatkan bahwa restorasi bukan hanya soal menanam kembali, tapi juga memahami karakter setiap lahan. Setiap hektar punya kisahnya sendiri, dan perlakuannya pun harus berbeda.

Baca juga: Sekat Kanal Mengembalikan Napas Gambut Kalimantan

Penelitian ini juga mencatat bagaimana keanekaragaman jenis meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun pertama, vegetasi didominasi oleh semak dan rumput liar, dengan indeks keanekaragaman rendah. Tapi pada tahun ketiga, mulai muncul pohon-pohon kecil dengan diameter batang 2 sampai 5 sentimeter. Keanekaragaman jenis tumbuhan meningkat hingga lebih dari dua kali lipat dibanding awal penelitian. Ini menunjukkan bahwa pemulihan ekosistem gambut adalah proses bertahap, yang membutuhkan kesabaran dan perawatan jangka panjang.

Selain faktor fisik, kondisi kimia tanah juga berperan besar. Peneliti menemukan bahwa pH tanah di area yang direstorasi meningkat dari 3,4 menjadi sekitar 4,5 setelah tiga tahun. Meski masih tergolong asam, perubahan kecil ini cukup membantu pertumbuhan vegetasi. Kandungan bahan organik dan nitrogen juga meningkat, menandakan aktivitas biologis mulai kembali. Hal-hal kecil seperti ini menjadi bukti bahwa setiap tetes air yang tertahan oleh sekat kanal punya pengaruh besar bagi kehidupan di bawahnya.

Apa yang dilakukan di Pulang Pisau bukan hanya soal memperbaiki lingkungan, tapi juga memperbaiki hubungan manusia dengan alam. Dulu, banyak lahan gambut dikeringkan demi perkebunan dan pertanian. Kini, kesadaran mulai tumbuh bahwa menjaga kelembapan tanah bukan berarti menutup peluang ekonomi, justru membuka jalan baru untuk pertanian berkelanjutan. Tanah yang sehat dan lembap bisa mendukung tanaman pangan, serat, atau paludikultur yang ramah lingkungan.

Ada juga sisi emosional dari semua ini. Warga sekitar yang dulunya hanya melihat hamparan tanah hitam kini mulai melihat tunas-tunas hijau. Anak-anak mereka bermain di tepi kanal yang airnya kembali jernih. Burung rawa dan capung kembali beterbangan. Perubahan kecil yang terjadi di lapangan terasa seperti keajaiban bagi mereka yang menyaksikannya setiap hari. Alam memang punya cara memulihkan diri, asal diberi kesempatan dan sedikit bantuan.

Tentu, pekerjaan belum selesai. Restorasi membutuhkan pemantauan berkelanjutan agar tidak kembali terdegradasi. Muka air harus dijaga, kebakaran harus dicegah, dan tanaman perlu dirawat sampai mampu bertahan sendiri. Tapi keberhasilan di Pulang Pisau sudah menunjukkan arah yang benar. Ia memberi bukti nyata bahwa lahan gambut yang dulu mati bisa kembali hidup.

Penelitian seperti ini juga memberi pelajaran penting bagi para pengambil kebijakan. Bahwa setiap rupiah yang diinvestasikan dalam restorasi lingkungan sebenarnya adalah investasi untuk masa depan. Setiap kanal yang disekat, setiap pohon yang tumbuh, adalah bagian dari upaya besar menjaga kestabilan iklim dan keberlanjutan kehidupan.

Akhirnya, kisah Pulang Pisau adalah pengingat bahwa alam tidak butuh diselamatkan dengan cara heroik. Ia hanya perlu diberi waktu dan kondisi yang tepat untuk tumbuh lagi. Restorasi gambut bukan hanya proyek, tapi perwujudan harapan bahwa bumi masih bisa sembuh, pelan tapi pasti.

Posting Komentar

Jangan tinggalkan apapun, kecuali jejak.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak