Projusticia.id - Di akhir pekan awal November 2025 suasana tampak berbeda. Tak ada spanduk politik, tak juga orasi keras di jalanan. Yang terdengar suara semangat dan diskusi serius para peserta pelatihan serikat buruh. Dua sosok yang sudah lama dikenal di kalangan aktivis buruh, Dr. Nicholas Sutrisman dan Sardo Mariada Manullan. Hari itu tampil bukan sebagai penggerak aksi, tapi sebagai pengajar. Dua pendekar yang berbagi ilmu tentang dasar dan masa depan gerakan buruh Indonesia.
Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian Basic Training (Batra) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), program wajib yang dirancang untuk memperkuat kesadaran organisasi dan ideologi anggota. Pelatihan tersebut diikuti oleh para pengurus, aktivis muda, dan calon anggota baru dari berbagai daerah. Suasana kelas terasa seperti kampus mini diisi semangat belajar dan sesekali tawa saat para pemateri melempar candaan ringan untuk memecah ketegangan.
“Pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek, sementara pengembangan adalah pendidikan jangka panjang,” ujar Dr. Nicholas Sutrisman, S.H., M.H., M.Kn., CPIR, CLTC, C.Med., yang juga menjabat Ketua Strategi & Program DPP SBSI.
Ia menekankan bahwa setiap pelatihan harus dijalankan dengan prinsip sistematis dan disesuaikan dengan tujuan organisasi. Menurutnya, “anggota yang sadar ideologi dan punya kemampuan teknis adalah fondasi dari gerakan buruh yang hidup.”
Dr. Nicholas, yang akrab disapa Bang Niko, menegaskan bahwa pelatihan seperti Batra bukan hanya agenda administratif, melainkan bagian dari perjuangan panjang untuk membangun kapasitas buruh di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa setiap tingkatan pelatihan di SBSI mulai dari Basic Training Course (Batra), Bargaining Training Course (BTC), Leadership Training Course (LTC), hingga Training for Organizer (TFO) dirancang oleh Alm. Prof. Muchtar Pakpahan sebagai jalan bertahap agar buruh bisa berkembang dari peserta menjadi pemimpin.
“Tidak cukup hanya jadi anggota. Harus jadi penggerak,” katanya tegas di tengah tepuk tangan peserta.
Setelah sesi pertama yang membahas orientasi program dan filosofi pelatihan, giliran Sardo Mariada Manullang, S.H., M.H. masuk ke dalam forum. Ia adalah salah satu kader senior Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) yang kini menjadi tokoh buruh Riau di SB Solidaritas Riau dan dikenal luas sebagai pengamat perburuhan dan pembela hak-hak pekerja di berbagai forum nasional. Materinya berjudul Kondisi Perburuhan dan Peran Serikat Buruh di Indonesia: Tantangan dan Prospek.
“Serikat buruh itu bukan sekadar wadah, tapi alat demokrasi di tempat kerja,” ucap Sardo membuka paparannya.
Dengan gaya yang lugas, ia memaparkan bahwa dunia kerja di Indonesia sedang berada di persimpangan antara kebutuhan investasi dan perlindungan tenaga kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2025, ia menyebut sekitar 147 juta tenaga kerja Indonesia, dengan lebih dari separuhnya masih bekerja di sektor informal.
“Artinya, banyak yang belum tersentuh perlindungan hukum ketenagakerjaan yang layak,” katanya.
Sardo juga mengurai berbagai tantangan yang dihadapi serikat buruh saat ini. Mulai dari rendahnya kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, praktik union busting (pemberangusan serikat), hingga dampak regulasi baru seperti Undang-Undang Cipta Kerja yang mengubah banyak hal, termasuk sistem pengupahan dan status kerja. Ia menilai, perubahan ini menuntut serikat untuk lebih adaptif dan kreatif dalam memperjuangkan hak anggota.
Menurutnya, peran serikat harus bergeser dari sekadar reaktif menjadi strategis.
“Sekarang bukan zamannya lagi hanya teriak di jalan. Kita harus kuat di meja perundingan dan cerdas di forum hukum,” ujar Sardo dengan nada menantang.
Ia mengingatkan bahwa fungsi utama serikat adalah menjadi penyeimbang kekuasaan memperjuangkan upah layak, keselamatan kerja, dan jaminan sosial bagi buruh.
Materi yang dibawakan kedua narasumber ini saling melengkapi. Dr. Nicholas menekankan aspek pembangunan kapasitas organisasi dari dalam, sementara Sardo membuka wawasan tentang medan perjuangan buruh di luar.
Pelatihan Batra yang diselenggarakan kali ini berlangsung selama dua hari dan difasilitasi dengan dukungan DPP SBSI. Di SBSI, mereka berdua hanyalah sebagian dari banyak pendekar yang terus menyalakan api perjuangan buruh di seluruh penjuru negeri. Dari ruang-ruang pelatihan sederhana hingga forum nasional, para kader SBSI telah menjelma menjadi garda terdepan dalam membangun kesadaran, solidaritas, dan kecerdasan kelas pekerja
Sementara itu, Dr. Nicholas mengingatkan pentingnya kesinambungan pelatihan. Ia menyebut, “Batra dasar itu wajib. Tapi harus dilanjutkan dengan BTC dan LTC biar anggota makin matang dan solid.”
Bagi para peserta, pelatihan ini meninggalkan kesan yang dalam. Mereka pulang membawa kesadaran baru bahwa perjuangan buruh bukan hanya soal menuntut, tapi juga soal belajar dan mengorganisir. Sebagaimana dipesankan oleh dua pendekar SBSI itu, pendidikan serikat adalah jantung dari setiap perubahan.
