Projusticia.id - Teman-teman, apakah kalian pernah mendengar tentang teknologi transgenik pada hewan? Teknologi ini sedang menjadi salah satu sorotan penting dalam dunia bioteknologi. Hewan transgenik adalah hewan yang susunan materi genetiknya telah direkayasa dengan tujuan tertentu.
Teknologi ini dilakukan melalui penyuntikan fragmen DNA secara mikro ke dalam sel telur yang sudah dibuahi, sehingga menghasilkan hewan yang memiliki sifat-sifat baru yang diinginkan manusia.
Sejarah Pengembangan Hewan Transgenik
Perjalanan penelitian hewan transgenik dimulai pada tahun 1974 oleh ahli virologi, Rudolph Jaenisch, yang bekerja di Institut Salk. Jaenisch bersama dengan Beatrice Mintz, ahli embriologi, menunjukkan bahwa modifikasi genetik pada hewan dimungkinkan. Mereka melakukan penyuntikan virus SV40 ke embrio tikus tahap awal, sehingga tikus yang dihasilkan membawa gen yang sudah dimodifikasi. Penemuan ini menjadi pijakan bagi perkembangan penelitian transgenik di masa depan.
Empat tahun kemudian, pada tahun 1980, Jon Gordon dan George Scango bersama Frank Ruddle berhasil menciptakan tikus dengan materi genetik baru yang disisipkan ke dalam sel telur tikus yang baru dibuahi. Pada tahun 1981, ilmuwan lain juga berhasil mengimplantasikan DNA asing ke dalam tikus, yang akhirnya mengubah susunan genetik tikus tersebut. Hal ini membuka jalan bagi penciptaan tikus transgenik yang menjadi alat penting dalam penelitian medis, khususnya dalam memahami perkembangan penyakit seperti kanker.
Manfaat Teknologi Hewan Transgenik
Teman-teman mungkin bertanya, apa manfaat dari teknologi transgenik ini? Salah satu manfaat terbesar adalah sebagai alat untuk meneliti penyakit manusia. Lebih dari 95% hewan yang digunakan di laboratorium biomedis adalah hewan transgenik, terutama tikus. Mereka sangat membantu dalam memahami fungsi gen terkait kerentanan penyakit, perkembangan penyakit, hingga menentukan bagaimana tubuh manusia merespons terapi tertentu.
Selain itu, tikus transgenik juga digunakan untuk memproduksi antibodi manusia secara alami. Dari tahun 2006 hingga 2011, FDA (Food and Drug Administration) telah menyetujui sebelas obat antibodi monoklonal, di mana tujuh di antaranya berasal dari tikus transgenik. Teknologi ini terus berkembang, memberi harapan bagi pengobatan penyakit-penyakit yang sulit ditangani.
Hewan Ternak Transgenik dan Pengembangan Protein Terapeutik
Tidak hanya terbatas pada tikus, teknologi transgenik juga diterapkan pada hewan ternak. Hewan ternak transgenik dieksplorasi sebagai sarana untuk menghasilkan protein manusia dalam jumlah besar yang diperlukan untuk pengobatan berbagai penyakit. Saat ini, protein terapeutik diproduksi melalui reaktor berbasis sel mamalia, namun biaya produksinya sangat mahal. Di tahun 2008, pembangunan fasilitas produksi protein berbasis sel untuk satu jenis protein saja bisa menghabiskan biaya hingga lebih dari 500 juta dolar AS.
Alternatif yang lebih murah adalah memanfaatkan hewan transgenik, yang dapat menghasilkan protein rekombinan dalam susu, darah, atau telur mereka. Misalnya, antitrombin III manusia, sebuah protein terapeutik yang diproduksi dalam susu kambing transgenik, telah mendapatkan persetujuan untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang kekurangan antitrombin herediter saat menjalani operasi. Kambing-kambing ini dapat menghasilkan cukup protein untuk memenuhi kebutuhan di seluruh Eropa.
Produk lain yang telah disetujui adalah penghambat esterase C12 manusia yang diproduksi dalam susu kelinci transgenik. Produk ini digunakan untuk mengobati angiodema herediter, suatu kelainan genetik langka yang menyebabkan pembengkakan kulit karena pembuluh darah yang melebar.
Potensi Pengembangan Hewan Transgenik di Masa Depan
Teman-teman, teknologi hewan transgenik tentu memiliki masa depan yang cerah. Selain manfaat-manfaat medis, teknologi ini juga dapat digunakan untuk melestarikan spesies yang terancam punah. Misalnya, sel telur zebra yang sudah dibuahi dapat ditanamkan ke dalam rahim kuda sebagai surrogate mother. Ini merupakan salah satu upaya dalam mempertahankan keanekaragaman hayati yang ada.
Selain itu, para peneliti sedang berupaya meningkatkan hasil produksi ternak, seperti daging, susu, dan telur melalui rekayasa genetik. Hewan ternak dengan genetik yang dimodifikasi diharapkan mampu menghasilkan lebih banyak produk berkualitas, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan global yang terus meningkat.
Salah satu contoh yang menarik adalah domba transgenik yang telah disisipi gen manusia yang disebut faktor VIII, yaitu protein yang berperan dalam pembekuan darah. Diharapkan, susu yang dihasilkan domba tersebut mengandung faktor VIII, yang kemudian bisa dimurnikan untuk membantu penderita hemofilia.
Baca juga: Inovasi Genetika untuk Kurangi Emisi Metana dari Sapi
Tantangan dan Etika dalam Penggunaan Teknologi Transgenik
Meski teknologi ini menawarkan banyak manfaat, ada tantangan dan isu etika yang perlu kita cermati. Banyak yang khawatir tentang dampak jangka panjang dari penggunaan teknologi ini, baik pada kesehatan hewan itu sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Modifikasi genetik yang tidak terkendali dapat memicu dampak yang tidak diinginkan, seperti penyebaran sifat genetik yang berbahaya pada populasi hewan liar atau dampak ekologis yang sulit diprediksi.
Di sisi lain, ada juga pertanyaan tentang kesejahteraan hewan yang dimodifikasi. Apakah teknologi ini memperlakukan hewan secara adil? Bagaimana jika modifikasi genetik tersebut menimbulkan rasa sakit atau penderitaan pada hewan yang digunakan? Pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk terus diperhatikan agar teknologi ini bisa digunakan dengan bijaksana dan bertanggung jawab.
Kesimpulan
Teknologi hewan transgenik merupakan inovasi yang menjanjikan dalam berbagai bidang, mulai dari penelitian medis hingga produksi pangan. Dengan semakin berkembangnya penelitian di bidang ini, kita berharap teknologi ini bisa memberi dampak positif bagi kehidupan manusia, baik dalam hal kesehatan, ketahanan pangan, maupun pelestarian lingkungan.
Namun, teman-teman, kita juga perlu bijak dalam mengaplikasikan teknologi ini. Setiap langkah harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang dan aspek etika yang menyertainya. Di masa depan, teknologi ini akan terus berkembang, dan mungkin kita akan menyaksikan lebih banyak inovasi yang dapat mengubah cara kita memandang dan menggunakan bioteknologi. Jadi, mari kita tetap mengikuti perkembangan teknologi ini dengan kritis dan bijaksana.